NEWSTICKER

MK Tolak Semua Permohonan Uji Materiil Aturan Praperadilan

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id/Meilikhah

MK Tolak Semua Permohonan Uji Materiil Aturan Praperadilan

Media Indonesia • 25 May 2023 16:45

Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya permohonan uji materiil aturan praperadilan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Putusan Nomor 27/PUU-XXI/2023 dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan, pada Kamis (25/5/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. 

Permohonan ini diajukan oleh M. Yasir Djamaludin yang menguji konstitusionalitas Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP. Pemohon menyoalkan isu konstitusional tentang gugurnya permohonan praperadilan karena perkaranya telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, sehingga proses pemeriksaan praperadilan tersebut tidak dilanjutkan karena menimbulkan kepastian hukum. 

Menjawab hal ini, Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Manahan M.P. Sitompul menyebut norma tersebut telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 102/PUU-XIII/2015.

Dalam putusan tersebut, Manahan menyebutkan bahwa Mahkamah telah menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘suatu perkara sudah mulai diperiksa’ tidak dimaknai ‘permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhdap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan’.

“Dengan adanya putusan ini, Mahkamah telah menegaskan penafsiran batas waktu yang dimaksud dalam pasal tersebut permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan terlepas dari apapun agenda dalam sidang pertama tersebut,” ujar Manahan, dikutip dari Media Indonesia, Kamis, 25 Mei 2023.

Senada dengan hal ini, Mahkamah juga telah menegaskan pendapat dalam Putusan Nomor 66/PUU-XVI/2018. Sehingga substansi permohonan Pemohon pada perkara kali ini bertentangan dengan pendirian MK berdasar putusan-putusan tersebut.

Kendati alasan permohonan ini berbeda, Manahan menyebutkan apabila permohonan dikabulkan justru hal ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena fungsi lembaga praperadilan untuk mengontrol pelaksanaan kewenangan upaya-upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum sebelum pokok perkara diperiksa oleh pengadilan. 

Oleh karena itu, pemeriksaan praperadilan dibatasi waktu tujuh hari sebagai wujud dari peradilan cepat untuk mendapatkan kepastian hukum atas pokok perkara.

“Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP bertentangan dengan kepastian hukum sebagaimana dijamin UUD 1945 adalah tidak beralasan hukum untuk seluruhnya,” ujar Manahan dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.

Sebelumnya Pemohon mendalilkan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP dinilai melanggar hak konstitusionalnya. Pemohon telah melakukan profesinya secara profesional dengan banyak memberikan bantuan hukum. Salah satunya terhadap perkara yang sedang berjalan saat ini, yakni Permohonan Praperadilan yang teregister dengan Nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Jap tanggal 24 Februari 2023 di Pengadilan Negeri Jayapura.

Permohonan praperadilan tersebut telah dianggap gugur karena perkara tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura dan telah teregister dengan Perkara Pidana Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jap tertanggal 1 Maret 2023 dan Perkara Pidana Nomor 3/Pid.SusTPK/2023/PN.Jap tertanggal 1 Maret 2023.

Namun faktanya pemohon mengalami kerugian yang secara konstitusional karena permohonan praperadilan tersebut tidak diproses oleh Pengadilan Negeri Jayapura, tidak dilakukan pemeriksaan dan tidak dilakukan pemeriksaan dan tidak ada putusan dari praperadilan tersebut. Kemudian justru praperadilan tersebut telah dianggap gugur akibat berkas telah dilimpahkan atau perkara tersebut sudah dimulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri Jayapura.

Menurut Pemohon, pemberlakuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan profesinya mengingat tidak adanya penegasan mengenai tafsir frasa “maka permintaan tersebut gugur”. Sehingga apabila terdapat permohonan praperadilan, namun tidak dilakukan proses pemeriksaan terhadap permohonan praperadilan tersebut dan berkas sudah dilimpahkan serta perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, maka permintaan praperadilan dianggap gugur.

Untuk itu, Pemohon meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d terutama frasa “maka permintaan tersebut gugur” KUHAP dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘permintaan praperadilan tetap dilanjutkan sampai adanya putusan dengan menangguhkan pemeriksaan pokok perkara’.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Gervin Nathaniel Purba)

Tag