anggota Tim Reformasi Percepatan Hukum, Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum, Rifqi S Assegaf. Medcom.id/Kautsar
Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta membatasi penempatan anggota Polri di jabatan kementerian, lembaga, hingga BUMN. Hal tersebut menjadi salah satu hasil rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum.
"Apabila setiap posisi bisa didominasi atau oleh profesi tertentu (Polri) saya kira kurang sehat," ujar anggota Tim Reformasi Percepatan Hukum, Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum, Rifqi S Assegaf, dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Jakarta, Jumat, 15 September 2023.
Rifqi menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) secara jelas mengatur penempatan anggota Polri di jabatan publik disesuaikan dengan keahliannya. Seperti jabatan yang menyangkut dengan hukum.
"Posisi yang sesuai sangat terkait seperti di Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang fungsi penyidikan, intelijen," jelasnya.
Untuk itu, ia mempertanyakan ada anggota Polri yang menempati posisi direktur jenderal (dirjen). Ia menekankan jabatan tersebut umumnya ditempati oleh ASN non Polri.
Lebih lanjut, sejumlah rekomendasi lain pokja tersebut adalah pemerintah diminta untuk mengembalikan independensi dan profesionalitas KPK yang melemah akibat revisi UU KPK. Serta terpilihnya komisioner yang sebagian bermasalah dan menolak pelemahan kembali Mahkamah Konstitusi (MK) melalui gagasan revisi UU MK saat ini.
Beberapa UU yang bermasalah, seperti UU Narkotika, UU ITE dan KUHAP, didorong untuk segera direvisi. Hal ini untuk menekan penyalahgunaanya oleh aparat.
Rekomendasi tersebut telah diserahkan kepada Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis, 14 September 2023. Presiden mengaku tengah mempelajari hasil rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum.