NEWSTICKER

PP Tentang Pengurusan Piutang Negara Dikritik

Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id

PP Tentang Pengurusan Piutang Negara Dikritik

Candra Yuri Nuralam • 21 August 2023 16:08

Jakarta: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang Negara dikritik. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai aturan itu tumpang tindih dengan regulasi lain.

"Saya kira ada banyak masalah di PP ini yang harus diperbaiki. Ada banyak norma-norma yang ada di dalamnya bertentangan dengan UU (undang-undang) dan peraturan lainnya yang bertentangan di dalamnya," ujar Hamdan di Jakarta, Senin, 21 Agustus 2023.

Hal tersebut diungkap Hamdan dalam acara diskusi Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) bertajuk Disharmonisasi dan Overlapping Sebuah Peraturan Pemerintah di Oakwood Suites, Jakarta Selatan. Beberapa hal diulas Hamdan, misalnya Pasal 1 di aturan itu.

Menurut dia, pasal yang mengatur soal warisan utang itu tak relevan. Bunyi pasal itu yakni; Pihak yang Memperoleh Hak adalah orang atau badan yang karena adanya perbuatan, hubungan hukum dan/atau peristiwa hukum telah menerima pengalihan atas kepemilikan uang, surat berharga dan/atau barang dari Penanggung Utang/Penjamin Utang.

Selain itu, Pasal 7 ayat 1 tentang kewenangan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang bisa menerbitkan surat permintaan izin mencabut hak keperdataan dan layanan publik. Termasuk, tidak bisa membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM) hingga Paspor.

Menurut Hamdan, hal itu melanggar UU Nomor 39 1999 tentang HAM dan melanggar UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kemudian, serta Pasal 49-53 soal Tindak Keperdataan atau Layanan Publik Bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999.

Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menduga Peraturan Pemerintah itu muncul akibat situasi ekonomi tak menentu. Sehingga, mendorong Negara mengerahkan seluruh sumber dayanya memastikan perkonomian Negara tidak terpuruk.

"Namun sayangnya instrumen tersebut berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang Negara yang berakibat pada terlanggarnya hak asasi warga negara," ujar Maruarar.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menegaskan agar Ferari dan pegiat HAM lainnya segera mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung. Upaya tersebut dapat menjadi solusi, mengingat PP tersebut bertentangan dengan peraturan hukum lain di atasnya.

"(JR) adalah langkah yang sangat baik untuk menguji PP ini. Kedua, saya mengimbau kepada pemerintah yang menjalankan PP ini untuk secara bijak menyelesaikan kasus BLBI tersebut," tegas Margarito.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Arga Sumantri)