NEWSTICKER

Pemerintah Diminta Tepati Komitmen Berlakukan Masa Percobaan pada Terpidana Mati

ilustrasi hukuman mati Medcom.id

Pemerintah Diminta Tepati Komitmen Berlakukan Masa Percobaan pada Terpidana Mati

Candra Yuri Nuralam • 22 May 2023 16:42

Jakarta: Pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP menuai polemik, khususnya mengenai Pasal 100 yang mengatur penjatuhan masa percobaan 10 tahun dalam pidana mati. Semua pihak, termasuk pengadilan, diminta berhati-hati menyikapi aturan itu.

Anggota Amnesty Internasional Indonesia, Zaky Yamani, menyebutkan pada 2022, sudah ada 112 negara yang menghapuskan pidana mati. Angka ini meningkat dibandingkan 2021 dengan jumlah negara yang menghapus pidana mati di bawah angka 110.

“Ketentuan pidana mati dalam KUHP baru merupakan perubahan yang mungkin berdampak positif. Namun demikian, kita haruslah berhati-hati dalam menyikapinya,” ujar Zaky, dalam focus group discussion (FGD) 'Menjembatani Jurang Kematian: Perlindungan Hak untuk Hidup melalui Kebijakan Perantara (Interim)', dikutip Senin, 22 Mei 2023.

Menurut Zaky, dengan adanya UU Nomor 1 Tahun 2023, terdapat kemungkinan seorang terpidana mati mendapatkan perubahan hukuman menjadi pidana penjara seumur hidup setelah menjalani pidana percobaan 10 tahun.

Sementara itu, dosen hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai semangat dari diberikannya masa percobaan 10 tahun kepada terpidana mati dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 adalah jalan tengah bagi perdebatan penghapusan pidana mati (abolisionis), dan pemberlakuan pidana mati (retensionis).

Pohan mengatakan penerapan masa percobaan dalam vonis pidana mati mencerminkan nilai-nilai Pancasila, karena berupaya menyeimbangkan kepentingan individu dan masyarakat. Menurut dia, semangat ini terancam dengan norma dalam Pasal 100 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2023 yang mewajibkan dimuatnya masa percobaan dalam amar putusan pengadilan.

“Jika melihat naskah akademik (dari KUHP baru) sebenarnya sudah jelas masa percobaan ini diberikan secara otomatis. Namun sekarang diwajibkan Pasal 100 ayat (2) (UU Nomor 1 Tahun 2023) untuk dimuat dalam putusan. Apakah berarti kalau tidak dicantumkan (dalam amar putusan), tidak ada masa percobaan? Inilah yang jangan sampai terjadi,” ucap dia.

Dia meminta pemerintah menepati komitmennya dalam memberlakukan masa percobaan kepada terpidana mati. Hal ini dengan merujuk KUHP baru.

Selain dari pelaksanaan masa percobaan yang membutuhkan peraturan pelaksana, para akademisi hukum juga mengusulkan pentingnya peraturan pelaksana bagi kejaksaan dan pengadilan menggunakan pidana mati pasca-berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2023. Pohan mengingatkan dalam KUHP baru aturan pidana mati dituliskan sebagai pidana yang bersifat khusus. Artinya, sebisa mungkin tidak digunakan.

“Dari desainnya penerapan pidana mati harus mengutamakan kepentingan individu, selektif, dan hati-hati,” tegas dia.

Pohan juga mengusulkan beberapa parameter yang dapat digunakan oleh hakim, seperti tidak dijatuhkan atas dasar diskriminasi, tidak ditemukan dugaan pelanggaran hak hukum terdakwa selama proses pidana berlangsung, dan dijatuhkan hanya kepada residivis (pelaku berulang) dari tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara untuk waktu tertentu.

Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Muhammad Tanziel Aziezi juga menyepakati perlu ada pedoman penggunaan pidana mati yang sesuai instrumen HAM internasional. Hukuman mati, meski masih diperbolehkan dalam ICCPR, namun penggunaannya sudah sangat dibatasi untuk kejahatan yang sifatnya luar biasa.

“Standar HAM ini seyogianya dijadikan pedoman dalam penjatuhan pidana mati,” ucap Aziezi.

Di tengah ketidakjelasan dalam menerapkan masa percobaan dan penjatuhan pidana mati yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2023, Aziezi menyarankan agar pengadilan di Indonesia mengambil sikap tegas untuk menghindari masalah di kemudian hari.

Walaupun KUHP baru ini mulai berlaku di 2026, kata dia, namun tidak dapat dipungkiri setiap vonis pidana mati yang dilakukan saat ini akan berdampak di masa depan. Artinya, lanjut Aziezi, pengadilan perlu bersikap antisipatif untuk menghindari masalah di kemudian hari.

“Termasuk untuk melakukan moratorium vonis pidana mati sampai masalah ini terselesaikan,” ucap Aziezi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Gervin Nathaniel Purba)

Tag