Salah satu jenis kanker yang kerap ditemui pada anak berusia 3 tahun ke bawah adalah kanker mata retinoblastoma. Bahkan, retinoblastoma menduduki peringkat kedua kanker paling mematikan setelah leukemia.
Retinoblastoma adalah tumor ganas pada mata yang kemunculannya sering dijumpai pada bayi dan anak-anak di bawah usia 3 tahun. “Mengapa tumor ini ganas? Karena sangat berpotensi menimbulkan kerusakan mata permanen bahkan kematian jika tidak ditangani dengan baik,” kata Dokter Spesialis Mata RSUD Dr. Moewardi, Senyum Indrakila, dalam live Instagram RSUD Dr. Moewardi pada Rabu (17/5).
Berdasarkan data Indonesia Cancer Care Community, retinoblastoma menjadi kanker anak yang menduduki peringkat kedua dengan angka kejadian paling tinggi setelah leukemia, yaitu sebesar 20 hingga 30 persen. Untuk itu, Senyum menekankan pentingnya deteksi dini penyakit ini.
“Deteksi dini sangat penting. Jika dideteksi dari awal maka harapan hidup jauh lebih tinggi,” ujar Senyum.
Mengingat kanker ini mayoritas menyerang anak-anak, maka Senyum menegaskan orang tua harus peka terhadap gejala serta melakukan pemeriksaan berkala pada anak. Menurut Senyum, ada tiga gejala retinoblastoma yang paling mudah dideteksi orang tua.
“Pertama, orang tua bisa melihat apakah mata anaknya mengalami mata kucing (cat eye) berupa manik di tengah bola mata jika terkena sinar. Kemudian, apakah mata anak juling karena bisa menjadi salah satu gejala penyakit ini, dan terakhir apakah besar pupil mata anak sama atau besar sebelah. Jika besar sebelah juga menjadi gejala retinoblastoma,” kata Senyum.
Lantas, apa penyebab dari retinoblastoma? Perlu diketahui, retinoblastoma merupakan salah satu penyakit genetik yang diwariskan oleh orang tua. Oleh karena itu, apabila orang tua pernah mengalami retinoblastoma, maka ada kemungkinan anaknya mengalami hal serupa.
“Selain genetik, retinoblastoma juga bisa disebabkan karena faktor eksternal (sporadik), misalnya dari faktor makanan yang dikonsumsi ibu ketika hamil, faktor polusi udara, hingga sinar ultraviolet matahari,” kata Senyum.
Lebih lanjut, Senyum menjelaskan apabila retinoblastoma terjadi karena genetik tidak bisa dicegah.
“Kalau genetik kita tidak bisa melakukan apa-apa karena warisan orang tua. Kalau sporadik relatif bisa dicegah karena faktor eksternal, misalnya dengan menjaga makanan ibu saat hamil hingga menghindari paparan polusi dan sinar matahari,” ujar Senyum.
Terkait pengobatan penyakit ini akan berbeda-beda sesuai dengan tingkatan (stage) kanker tersebut. Jika masih dalam tahap awal bisa menggunakan laser, tapi jika sudah tahap tengah hingga akhir maka bola mata pasien harus diambil agar nyawa pasien dapat diselamatkan.
“Oleh karena itu, kembali saya tekankan pentingnya deteksi dini. Sebagai orang tua harus waspada dan melihat keadaan putra-putri Anda karena deteksi dini membuat harapan hidup anak jauh lebih tinggi,” tutupnya.